Sasando Alat Musik Tradisional Khas Pulau Rote
Sasando Alat Musik Tradisional Khas Pulau Rote

Sasando Alat Musik Tradisional Khas Pulau Rote

Sasando Alat Musik Tradisional Khas Pulau Rote

Facebook Twitter WhatsApp Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email Print
Sasando Alat Musik Tradisional Khas Pulau Rote
Sasando Alat Musik Tradisional Khas Pulau Rote

Sasando Adalah Sebuah Alat Musik Tradisional Yang Khas Dari Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur Wilayah Indonesia. Alat musik ini tergolong ke dalam jenis alat musik petik. Dan memiliki bentuk yang sangat unik serta berbeda dari alat musik tradisional lainnya di Indonesia. Terbuat dari bahan utama bambu yang di lilitkan senar di sekelilingnya. Serta daun lontar kering yang di bentuk menyerupai kipas sebagai resonator atau pengeras suara. Bentuknya yang khas dan bunyinya yang lembut menjadikannya tidak hanya sebagai alat musik. Tetapi juga simbol budaya dan identitas masyarakat Rote.

Menurut sejarah Sasando telah di mainkan oleh masyarakat Rote sejak berabad-abad lalu. Dan awalnya di gunakan dalam berbagai kegiatan adat seperti upacara, perayaan maupun sebagai hiburan keluarga. Ada dua jenis sasando yang di kenal yaitu sasando gong dan sasando biola. Sasando gong memiliki jumlah senar yang lebih sedikit dan menghasilkan bunyi tradisional khas. Sementara sasando biola memiliki senar lebih banyak dan dapat memainkan nada-nada modern. Permainan membutuhkan keahlian khusus karena jari-jari pemain harus mampu memetik senar dari berbagai sisi silinder bambu secara bersamaan.

Dalam perkembangannya tidak hanya di kenal di tingkat lokal. Tetapi juga mulai mendapat perhatian nasional hingga internasional. Banyak musisi muda dari Nusa Tenggara Timur yang mengembangkan permainan sasando. Dengan sentuhan musik kontemporer menjadikan alat musik ini lebih di kenal luas. Bahkan pernah di tampilkan dalam berbagai acara kenegaraan dan festival budaya mancanegara. Pemerintah daerah dan para seniman lokal terus berupaya melestarikan keberadaannya. Melalui pendidikan, pertunjukan dan pelatihan kepada generasi muda. Dengan keunikan bentuk dan suaranya menjadi warisan budaya Indonesia yang tak ternilai. Dan patut di jaga agar tidak hilang di telan zaman.

Sejarah Panjang Sasando

Alat musik ini telah di kenal oleh masyarakat Rote sejak berabad-abad yang lalu. Dan menjadi bagian penting dalam kehidupan sosial serta budaya masyarakat setempat. Menurut cerita rakyat yang berkembang sasando pertama kali di temukan secara tidak sengaja. Oleh seorang pemuda bernama Sangguana yang terdampar di Pulau Ndana. Dalam kisahnya ia bermimpi memainkan alat musik dengan suara yang indah. Dan ketika ia terbangun ia mencoba menciptakan alat musik tersebut dengan bahan seadanya. Seperti bambu dan daun lontar yang kemudian menjadi cikal bakal sasando.

Secara tradisional di gunakan dalam berbagai acara adat. Melalui pernikahan, penyambutan tamu, upacara kematian hingga sebagai hiburan sehari-hari. Masyarakat Rote percaya bahwa suara lembut dan merdu mampu menciptakan kedamaian dan harmoni dalam kehidupan. Dalam perkembangannya mengalami beberapa perubahan bentuk dan fungsi. Dulu hanya memiliki beberapa senar dan di mainkan secara sederhana. Namun kini terdapat dua jenis utama yaitu sasando gong dengan 28 senar dan sasando biola dengan hingga 56 senar. Yang memungkinkan permainan melodi yang lebih kompleks dan modern.

Pada abad ke 20 mulai di kenal di luar Pulau Rote berkat para seniman. Dan budayawan yang membawa alat musik ini tampil dalam berbagai pertunjukan seni baik di tingkat nasional maupun internasional. Salah satu tokoh penting dalam penyebaran adalah almarhum Yesy W. Nenohai. Yang di kenal sebagai maestro dan telah banyak tampil di panggung dunia. Seiring dengan meningkatnya kesadaran akan pentingnya pelestarian budaya lokal. Kini di ajarkan di sekolah-sekolah musik daerah dan tampil dalam berbagai festival. Sejarah Panjang Sasando dan nilai budaya yang tinggi menjadikan sasando bukan hanya sebagai alat musik. Tetapi juga simbol identitas dan warisan budaya Indonesia yang membanggakan.

Cara Bermain Alat Musik Dawai Pulau Rote

Cara Bermain Alat Musik Dawai Pulau Rote yaitu sasando. Memerlukan teknik khusus karena bentuk dan struktur alat musik ini sangat unik. Di mainkan dengan cara di petik menggunakan jari-jari tangan baik tangan kanan maupun kiri. Bambu silinder di tengah berfungsi sebagai dasar di mana senar-senar di tempatkan melingkar dari atas ke bawah. Setiap senar di hubungkan dengan nada tertentu dan pemain harus mengenali posisi nada-nada tersebut dengan baik. Agar bisa memainkan melodi dan irama yang harmonis. Kepekaan jari dan koordinasi tangan menjadi kunci utama dalam memainkan sasando secara lancar.

Sebelum memainkan sasando alat ini harus di setel terlebih dahulu agar setiap senar menghasilkan nada yang tepat. Penyelarasan di lakukan dengan memutar pengait kecil pada bagian atas senar yang terhubung ke batang bambu. Setelah di setel pemain biasanya duduk dan meletakkan di pangkuan atau di atas meja khusus. Tangan kiri umumnya berfungsi untuk memainkan melodi atau nada utama. Sedangkan tangan kanan mengisi iringan, akor atau harmoni. Karena bentuk senar yang melingkar mengelilingi bambu. Pemain harus membiasakan diri dengan arah dan posisi senar agar tidak bingung saat berpindah nada.

Dalam pertunjukan tradisional pemain sasando tidak hanya memetik senar secara teknis. Tetapi juga mengekspresikan perasaan melalui kehalusan dinamika dan tempo permainan. Bunyi yang lembut dan mengalun membuat alat musik ini cocok untuk membawakan lagu daerah, religi maupun aransemen musik modern. Banyak musisi yang kini menggabungkan alat ini dengan musik pop atau jazz. Menciptakan nuansa baru tanpa meninggalkan akar tradisinya. Latihan secara rutin, memahami teori musik dasar serta kepekaan terhadap nada. Menjadi aspek penting dalam menguasai cara bermain sasando.

Struktur Bentuk Sasando

Struktur Bentuk Sasando sangat unik dan membedakannya dari alat musik dawai lainnya baik di Indonesia maupun dunia. Memiliki struktur utama yang terdiri dari sebuah tabung bambu sebagai inti alat. Di mana senar-senar di pasang secara melingkar. Tabung bambu ini memiliki lekukan-lekukan kecil yang berfungsi sebagai penyangga senar dan tempat mengatur jarak antar senar. Lekukan ini juga membantu menghasilkan nada yang berbeda-beda tergantung panjang dan ketegangan senar. Di bagian atas dan bawah tabung terdapat sistem pengait untuk mengencangkan. Dan menyetel senar sesuai dengan tangga nada yang di inginkan oleh pemain.

Bagian yang paling mencolok dari sasando adalah resonator yang terbuat dari daun lontar kering. Yang di bentuk menyerupai kipas besar mengelilingi bagian belakang tabung bambu. Daun lontar ini berfungsi sebagai pengeras suara alami yang memperkuat getaran senar saat di petik. Sekaligus menghasilkan efek gema yang lembut dan khas. Resonator ini tidak hanya berfungsi secara akustik tetapi juga memberikan nilai estetika pada sasando. Karena bentuknya yang artistik dan mencerminkan kekayaan budaya Rote. Susunan daun lontar yang melengkung juga membuat terlihat seperti kelopak bunga. 

Jumlah senar bervariasi tergantung jenisnya. Sasando gong biasanya memiliki 28 senar dan di gunakan untuk memainkan musik tradisional Rote dengan skala pentatonik. Sementara itu sasando biola dapat memiliki hingga 56 senar dan mampu memainkan lagu-lagu modern dengan skala diatonik. Senar-senar ini umumnya terbuat dari bahan nilon atau kawat halus. Keseluruhan struktur mencerminkan perpaduan harmonis antara fungsi dan keindahan. Dengan rancangan yang cerdas dan bahan alami menjadi bukti keahlian masyarakat Rote dalam menciptakan alat musik Sasando.

Share : Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email WhatsApp Print

Artikel Terkait